Sabtu, 18 April 2015

inilah yang namanya INTEGRITAS

Dapat dari Milis juga, bagus untuk dibaca.....

Ini adalah wawancara kerja kesekian kalinya yang telah dilalui oleh Riska. Tapi wawancara kali ini lebih berkesan. Bukan hanya karena Sang Direktur BUMN itu sendiri yang mewawancarai, tapi juga karena apa yang disampaikannya seperti mengingatkan Riska pada barang kesayangan yang dulu pernah hilang dan belum ditemukan kembali.

Sang Direktur itulah yang menemukannya. Orang yang tak diduga-duga, telah mengembalikan ‘barang kesayangan’ miliknya yang hilang.

“Jadi, setelah kamu merenung sekian lama, tahukah kamu apa itu integritas?”



Mungkinkah integritas yang dimaksud Bapak ini sama dengan integral yang kupelajari saat kuliah dulu? Tanyanya sendiri dalam hati. Riska menggeleng.

Sang Direktur menghela nafas berat. “Oke, sekarang saya mau tanya, bagaimana suasana keagamaan di rumahmu? Sangat agamis? Biasa saja? Atau malah antipati?”

Ah, ini BUMN berbasis syariah. Maka beginilah pertanyaannya. “Sangat agamis,” jawab Riska pendek. Ia mengelap keringat di atas bibirnya dengan tisu yang ia lipat rapi menjadi bujur sangkar kecil.

“Kalau begitu, ceritakan! Ceritakan apa yang dilakukan ayahmu dari ia bangun pagi sampai ia tidur! Saya ingin tahu, seberapa agamisnya?”

Riska menyandarkan punggungnya pada kursi, berusaha rileks. Ia pejamkan matanya sesaat, dan cerita mengalir dari bibirnya.
Ayah, sepanjang ingatan Riska, selalu bangun sebelum Subuh. Mengawali hari dengan shalat qiyamullail. Selepas shalat, Ayah akan menjerang air di ketel. Sambil menunggu air itu mendidih,  yah akan membuka Al-Qur’an, membacanya dengan suara membahana yang terdengar seisi rumah. Kadang, Riska terbangun karena suara Ayah mengaji.

Setelah air mendidih, Ayah menyeduh kopi untuk dirinya, dan teh untuk seluruh anggota keluarga. Jika ada roti, Ayah akan mengolesi roti dengan mentega atau selai. Lalu Ayah hidangkan di piring. Beres dengan itu semua, Ayah akan bangunkan, pertama-tama, dua adik laki-laki Riska untuk bersiap shalat Subuh di masjid dekat rumah.
Selalu begitu setiap hari. Tak ada hari libur di mana Ayah tidak melakukan semua ritual itu.

“Kenapa Ayahmu membuatkan teh untuk anak-anaknya?”

“Ayah sengaja membuatkan kami teh, supaya ada sesuatu yang bisa kami nikmati begitu kami membuka mata. Juga, supaya adik-adik saya yang laki-laki mau bangun pagi dan shalat di masjid. Mereka suka sekali teh.

“Selalu begitu setiap hari?” tanya Sang Direktur.

“Ya, itu rutinitasnya,” jawab Riska.

Sang Direktur tersenyum samar sebelum akhirnya ia berucap: “itulah integritas.”


Sumber : Milis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas Kunjungannya, semoga bermanfaat untuk Kita Semua.

Salam,